MP3 PLAYLIST, LIVE STREAMING FROM MTV ASIA


Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image >

My Brother Story " Hidup Kita Indah " - Surat terakhir

0 komentar

Adikku sayang,hidupmu sementara namun kau tetap hidup di hatiku,diantara kisah klasik dengan perjuangan kita selama ini.

Sebelum lanjut bacanya,follow dulu dunk.. tinggal klik aja sini  Arif Marzeno

Surat terakhir dari Kakak

 Tak semudah membalikkan telapak tangan. Aku dan Kakakku berjuang untuk hidup dimasa yang kelam dan susah untuk aku pahami. Dan tak ada sinar yang mampu menerangi hidupku lagi. Kalau kau bertanya padaku “Mengapa tak ada sinar?” Aku akan menjawab “Sinar itu sudah hilang bersama embun pagi ini.” Mungkin, Aku akan pergi saja di dunia ini asal saja orang tuaku tak terucap sebuah pesan yang terakhir, aku pasti sudah menyayat urat nadi ini. Sebuah rangkaian kata-kata yang selalu kuingat dan sangat berarti menjadi pedoman untuk hidupku. “Janganlah engkau menyerah sebelum engkau raih kesuksesan kalian dan ingat Tuhan pasti akan membantu kalian dalam jalani hidup ini.” Pesan yang tak akan lekang oleh waktu.
 Hidup terus mengalir dengan diiringi cobaan yang satu demi satu kami lewati dengan lancar. Tetapi ada cobaan yang sulit kuterima dan rasanya aku tak kuat untuk menerima cobaan ini, mungkin hanya satu dari banyaknya orang yang kuat menerima cobaan ini bahkan tak ada satu orang pun yang kuat menerima cobaan ini. Cobaan ini bermula saat Kakakku masuk perguruan tinggi dengan beasiswa yang sangat sulit kakakku raih, karena hanya dua orang yang diterima dengan jalur beasiswa. Mungkin ini bukan cobaan, tetapi awal dari cobaan itu datang. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun aku dan kakakku selalu saling mengerti satu sama lain. Apalagi saat ini aku sudah kelas XII SMA, empat bulan lagi aku akan menempuh ujian. Hal yang paling berat untuk saat ini. Aku harus belajar dan selain itu kami harus saling membantu dalam menopang kehidupan. Aku tak tega melihat kakakku yang harus menangung itu semua. Aku bangga memiliki kakak yang sangat perhatian dan selalu menjaga adik yang menyusahkan dirinya, tetapi perhatian itu sudah sirna bersama perubahan sikap yang sangat drastis. Kakakku sudah tak peduli denganku lagi semenjak kakakku masuk semester 3 diuniversitasnya. Tadinya aku tak menduga dengan perubahan sikap kakakku yang membuatku selalu negative thinking terhadap kakakku. Setiap kali aku bertanya tentang keadaannya, tak pernah ada kata yang membuatku pikiranku tenang. Sikap yang paling tak biasa saat kakakku selalu pulang malam, selalu berpakaian seperti orang yang tak ada gairah untuk hidup dan kakakku yang mulai terbiasa menghisap rokok. Aku tak percaya “Hah Kakakku seorang perokok..?” Aku sangat tak percaya, seperti sebuah mimpi yang rasanya harus kuhilangkan dalam hidupku ini.
Keanehan sikap itu semakin terlihat jelas saat aku terbangun mendengar suara langkah kaki yang sangat tergesa-gesa menuju arah pintu rumah dan suara itu semakin jelas saat aku melihat kakakku keluar depan rumah dan pergi bersama motor melalui jendela kamar yang berembun akibat hujan. Tak percaya aku akan sikap kakak yang pergi tengah malam. Aku berusaha untuk menghapus pikiran yang seharusnya tak aku pikirkan. Aku beranjak tidur lagi, karena besok aku sudah mengikuti tambahan pelajaran atau intensification. Sebelum sang surya muncul pasti aku sudah bersiap untuk berangkat sekolah. Aku tak lupa untuk berpamitan dengan Kakakku, takku sangka Kakakku belum juga pulang. Aku berangkat sekolah dengan langkah kaki yang  berat dan rasa yang tak percaya. Sambil menenteng tas menuju jalan aku berjalan dengan langkah yang hampir membuatku celaka. Aku seperti orang yang kehilangan jejak dan aku hanya termenung, sambil menanyakan kepada hatiku ini  “Mengapa?Mengapa?dan Mengapa? Kakakku belum juga pulang.”ucapku dalam hati.

                                                                                        ***
Akhirnya tiba di sekolah, aku segera menuju kelas yang paling kucinta, walaupun banyak sekali teman yang tak mempedulikan aku, karena aku yang seorang yang tak memiliki apa, sepatu saja sebenarnya tak layak  pakai, tas sudah berlubang sana-sini. Namun aku tak bersedih karena aku beruntung mendapatkan beasiswa di sekolah favorite, karena  menjuarai olimpiade fisika di Singapore. Akhirnya waktu pulang tiba, aku bergegas pulang ke rumah. Aku tak sabar bertemu Kakakku. Dari jam pertama sampai jam terakhir pelajaran, aku tidak berkonsentrasi saat pelajaran. Aku selalu memikirkan tentang perubahan sikap Kakakku. Aku sangat khawatir sekali kepadanya. Mungkin hanya dialah satu-satunya orang yang aku sayangi, semenjak orang tua kita meninggal. “Huhhhh….lelah, panas , hari yang tak kusukai…”kataku sambil menenteng tas untuk pulang. Tak sabar bertemu kakak aku berlari untuk cepat menuju halte untuk segera bertemu dengannya. “Akhirnya….sampe juga.”kataku sambil membuka pintu rumah. “Hah kakak belum pulang juga..”kataku lagi. Aku mencoba mencari sesuatu yang menunjukkan kemana Kakakku pergi di kamarnya. Aku menemukan sebuah amplop tergeletak dilantai. Belum sempat ku buka amplop itu, Kakakku sudah pulang dengan menenteng tas plastik hitam yang aku tak tahu isinya apa . Aku langsung menyembunyikan amplop itu dibelakang bajuku. Kakakku langsung mengusirku dari kamarnya.
Aku langsung pergi ke kamarku. Aku tak sabar mengetahui isi amplop itu. “Apa….?”Aku sangat terkejut seteleh mengetahui isi surat itu. Aku tak percaya Kakakku memiliki hutang 11 juta. Aku merasa perubahan sikap Kakakku akibat memikirkan hutang sebesar ini. Tapi Aku tak tahu cara untuk membantu Kakakku melunasi hutang itu. Tiba-tiba aku mendapatkan ide, aku bisa membuat kue dan aku titipkan dikantin sekolah. Walaupun, hasil dari penjualan tak seberapa, tapi setidaknya aku bisa membantu orang yang aku sayangi. Ada satu hal yang mengganjal dipikiranku. “Bagaimana aku mendapatkan modal untuk berjualan?” pikir aku. Besok saja, Aku coba sharing ama kakak. Mudah-mudahan kakak mau menerima ideku. I hope that.
Pagi yang indah, pagi yang membuatku selalu tersenyum, dan pagi yang selalu buatku berharap untuk meraih kesuksesan. Aku bersiap untuk berangkat sekolah. Sekaligus berpamitan pada kakak Aku memulai memberanikan diri untuk berbicara kakak mengenai perihal tentang ideku untuk berjualan kue. “Aku harus berani mengatakannya. Demi kakak..!!!” dalam hatiku. Sebelum aku mengatakannya, kakak sudah menampilkan raut muka yang membuatku untuk menunda perkaatanku. Tau kan bagaimana rasanya adik yang diperlakukan seperti itu. Aku langsung pergi sekolah, tanpa berpamitan.
Akhirnya aku sampai di sekolah. Pelajaran pertama, pelajaran yang paling aku senangi yaitu Fisika. Walaupun kebanyakan anak tak suka dengan pelajaran ini tak tahu kenapa aku menyukainya. Mungkin karena gurunya ganteng plus penjelasannya jelas. Banyak teman sekelas yang iri padaku apabila aku mendapat nilai bagus dalam mapel ini. Aku menghiraukan perkataan yang selalu aku dengar apabila akan menerima nilai bagus. Aku tak tau mereka bersikap begitu dan aku selalu bertanya “Apakah aku salah mendapatkan nilai bagus?”pikirku. Aku hanya selalu menerima dan menerima semua perkataan-perkaatan yang menyakitkan hati. “Teng…teng.”Bel pun berbunyi. Aku segera berlari menuju halte, walaupun kaki sakit akibat keseleo saat bermain basket “Huh..untung aja bisnya belum berangkat..?.”ucapku sambil mengusap peluhku yang mengucur disekujur tubuhku.
“Sampe deh…”ucapku sambil membuka pintu tua rumahku. “Kakak..kakak…”ucapku sambil berjalan menuju kamar kakak. Aku menemukan kakak dengan keadaan mulut mengeluarkan busa putih seperti susu “Kakak…kakak bangun, bangun kak. Aku gak mau kakak ninggalin aku, aku cuma punya kakak.”ucapku sambil meeteskan air mata. Aku memanggil ambulance lewat telpon dirumah tetangga, maaf saja kami tak memiliki telpon rumah.
***
Saat dirumah sakit, aku tak percaya dengan apa yang dikatakan dokter. “Itu tak mungkin, dok. Kakakku belum meninggal kan,dok.”ucapku dengan rasa tak percaya. Hal yang paling aku tak percaya kakak meninggal akibat barang-barang itu. Aku tak kuat menahan rasa sedih bercampur dengan rasa  tak percaya. Aku meminta pihak rumah sakit untuk mengurus seluruh keperluan jenezah Kakakku. Sepulang aku dari pemakamam, aku menuju kamar Kakakku untuk mengenang sepeninggalan Kakakku. Aku pandangi seluruh bagian kamar Kakakku dan aku tertuju pada satu buku yang terlihat ada kertas berwarna putih. Aku menemukan sepucuk surat terselip dibuku itu. Aku membaca dengan menestakan air mata tanda aku tak menyangka isi surat itu.
Dear Adikku,
Mungkin setelah kamu membaca surat ini kakak sudah tak ada disisimu untuk menjagamu. Sebenarnya kakak tak mau menelan, menghisap, obat-obatterlarang ini. Tapi apa mau dikat kakak sudah terjerumus dalam obat ini. Kakak sudah berusaha untuk melepas dari obat ini. Kakak tak kuat melakukannya. Kakak terlalu sakit untuk meninggalkan obatan ini. Kakak sudah terlalu banyak memakainya. Dan jadilah kakak seperti ini.
Adikku pasti tak percayakan kakak bisa mengonsumsi obat-obatan ini. Kakak akan ceritakan semuanya.  Sebenarnya kakak mengenal obat ini sejak masuk keperguruan tinggi semester pertama. Kakak dibujuk teman kakak untuk mecoba obat ini awalnya kakak tak mau mencobanya dan pada akhirnya kakak terbujuk juga oleh rayuan teman kakak yang bilang obat ini membuat impian kita menjadi kenyataan. Memang efek dari obat itu, kakak merasa menjadi orang yang belimpangan harta, ternyata itu hanya sebuah bayangan semata dipikiran kakak. Sampai-sampai kakak harus meminjam uang sampai 11 juta untuk membeli semua itu.
Memang kakakmu ini tak pantas menjadi kakakmu yang seharusnya memperhatikanmu dan menjadi contoh yang baik, bukanlah menjadi pecandu narkoba.
Maafkan kakakmu ini yang selalu merepotkanmu selama ini. Dan maafkanlah kakak, karena kakak terlalu bodoh dalam menjadi kakak
 Pesan terakhir untuk adikku tersayang, janganlah pantang menyerah untuk menjalani hidup dan raihlah cita-citamu setinggi-tingginya dan jangan pernah kecewakan orang tua kita yang sedang memperhatiakan di surga sana.
Dari,

Kakakmu.
Surat terakhir dari kakak yang paling aku sayang dan surat ini akan aku simpan selamanya. Pesan kakakku ini takkan pernah ku lupa dan akan ku jalani sesuai dengan amanatnya.
***
Aku terus jalani hidupku dengan tekad untuk membuktikan kepada orang-orang yang menyanyangiku bahwa aku bisa membuat mereka bangga dengan hasil kerja kerasku untuk menjadi orang yang mereka inginkan.
Aku memulainya dengan giat belajar untuk menghadapi ujian nasional yang tinggal menghitung hari. Ujian demi ujian aku hadapi dengan semangat. Aku berharap semua itu akan terbayar ketika aku menerima selembar kertas yang menyatakan aku ‘LULUS’. Akhirnya, hal yang aku tunggu dating yaitu sebuah kertas yang menyatakan aku lulus. Aku lulus dengan hasil yang cukup memuaskan, aku mendapatkan rangking pertama di sekolahanku. Aku sangat terharu, karena pengorbananku selama ini tak sia-sia. Aku semakin sedih saat aku tak bisa berbagi kebahagian ini dengan Kakakku dan orang tuaku.
Rencananya aku akan melanjutkan disalah satu perguruan tinggi yang sudah aku pikirkan sebelum aku naik ke kelas XII. Aku melanjutkan ke perguruan tinggi tanpa membayar untuk masuk kesana. Aku membayar dengan uang bantuan dari SMA ku. Aku diterima di fakultas sastra yang lumayan banyak pemintnya. Aku memilih fakultas ini karena aku ingin menjadi seorang penulis novel yang terkenal dan sekaligus menyalurkan hobiku yang sangat senang menulis novel.
Tak terasa sudah memulai untuk menyusun skripsi dan tak lama lagi aku diwisuda. Aku meyakini bahwa aku bisa menghadapi itu semua. Tak terasa skripsiku sudah selesai, aku hanya tinggal menunggu sidang yang akan digelar beberapa hari lagi. Akhirnya, “Semangat, pasti kamu bisa…!!.”ucapku sendiri. Aku lulus, walaupun belum secara resmi. Aku harus menunggu sampai 2 minggu untuk melaksnakn wisuda.
Akhirnya aku lulus dengan predikat yang memuaskan. Walaupun senang karena telah lulus, tapi perasaan senang itu seharusnya dapat dibagi dengan orang tua dan juga kakak.
Aku memulai mencari iklan lowongan pekerjaan di internet. Aku menemukan lowongan di sebuah kantor redaksi majalah. Setelah menjalani semua tes, aku diterima. Aku menjalani hari-hariku dengan penuh kebahagian, walaupun aku tak dapat membagi itu semua dengan keluargaku.
Tak terasa waktu begitu cepat, novel yang aku tulis sejak duduk dibangku kuliah, akhirnya selesai dengan tekad yang kuat aku mengirimkan hasil karya tulisku ke sebuah penerbit. Ternyata novelku layak untuk diterbitkan. Aku putuskan untuk berhenti sebagai karyawan di redaksi majalah, karena penerbit ingin aku untuk membuat novel yang lebih banyak. Semua novel yang aku tulis terinspirasi dari kisah hidupku. Ternyata pembaca senang sekali dengan novel yang ku buat. 
Selain aku mendapatkan cukup uang dari menulis novel  untuk menopang hidupku, aku juga dapat membagi kisah-kisah ini dengan pembaca.
 Kesedihan itu bukanlah musibah saja tetapi kita bisa mengubahnya sebagai anugerah. Janganlah kau berpikir bahwa kesedihan adalah awal dari kehancuran, padahal kesedihan adalah awal keberhasilan seseorang. Aku tak akan berlarut- larut dalam kesedihan, karena aku akan membuktikan bahwa aku tegar dan bisa jalani kehidupan sendirian.

Let's Sharing...

Mari Kita berbagi Ilmu, apa ajja deh...
Kalo kunjungi Blog ane,ente tinggalin comment yaa....

21 GUNS by GREEN DAY

Translate